Genre:
- Jenis/gaya/dipisahkan menurut …
- Gaya tertentu atau pengkategorian karya seni; khususnya jenis karya sastra, yang ditandai dengan pengelompokan menurut bentuk, gaya, atau tujuannya.
Sejak jaman sastra Yunani dan Romawi, teks tertulis diklasifikasikan menurut jenis atau kelompok tertentu. Kata genre, pertama kali digunakan dalam studi sastra, berasal dari kata genus (bahasa Perancis) yang berarti jenis. Selama bertahun-tahun genre digunakan untuk membedakan berbagai bentuk karya sastra (prosa, puisi, drama). Drama Shakespeare, misalnya, dapat diklasifikasikan sebagai komedi, tragedi atau sejarah. Teks sastra dapat diklasifikasikan ke dalam genre ini. Demikian pula teks-teks media dalam kategori yang berbeda-beda pengklasifikasiannya, termasuk Western, Musikal, Thriller, Melodrama, Science Fiction, dll. Robert Stam mencatat:
Beberapa genre didasarkan pada isi ceritanya (mis: film perang), sementara yang lain yang meminjam istilah dari literatur sastra (komedi, melodrama) atau juga dari media lain (musik).
Sebagian berdasar pemain filmnya, atau berdasarkan anggarannya (blockbuster), sementara yang lain lagi berdasarkan status artistiknya (film seni), berdasar identitas rasial (black/negro), berdasar lokasi (western) atau berdasar orientasi seksual (queer cinema).
Pada awal tahun 50-an, Andre Bazin mulai berbicara tentang genre. Tahun 60-an dan 70-an kritik genre dipandang sebagai langkah sistematis dari konsep auteur. Studi Genre dipandang sebagai disiplin yang lebih inklusif, yang bisa mencakup praktek pembuatan film kolaboratif dan komersial.
Dalam studi film, genre ini lebih dari sekedar alat pengelompokan film dalam berbagai kategori. Definisi harafiahnya tampaknya juga lebih mudah. Tetapi banyak kritikus yang sering mengajukan definisi yang bertentangan, yang dapat membingungkan.
Mengidentifikasi genre: dilema ‘ayam-dan-telur’
Dalam memulai penelitian pada genre, pepatah kuno mengatakan: Mana yang lebih dulu? Ayam atau telur? Sebuah awalan yang menarik, sebagaimana catatan Andrew Tudor:
Untuk melihat genre-genre seperti western, analisis, dan karakteristik utamanya, pertama kita harus membuat pertanyaan yang melingkupi bentuk film-film barat. Tapi hanya dapat terlingkupi pada dasar karakteristik utamanya, yang hanya dapat ditemukan dari film itu sendiri setelah mereka dipisah-pisahkan. (1074, hal.5)
Atau lebih sederhananya, jika kita ingin tahu, “tentang apakah film western itu? Dalam daftar, kita melihat beberapa jenis film. Tapi bagaimana kita tahu yang mana yang film barat? (Buscombe, 1970 p. 35), Dari dua kutipan ini membuktikan bahwa tidak ada hal yang ideal untuk memulainya.
Andrew Tudor Genre (1974) Andrew Tudor mengambil film western sebagai bahan untuk diskusi. Tudor menemukan permasalahan genre dan mempertanyakan kegunaannya, karena dilema ‘ayam-dan-telur’ yang diuraikan di atas. Untuk menerapkan genre sebagai teori, Tudor menunjukkan bahwa unsur-unsur formal yang dikenal, hal-hal umum dari genre tertentu perlu diidentifikasi. Ia percaya bahwa ini dapat dilihat paling jelas pada film parodi. Tudor mungkin mempertanyakan apa hubungan antara auteur dan genre. Bagaimana seorang sutradara dapat menggunakan aturan umum untuk mencapai tujuannya? John Ford dan Sam Peckinpah menulis ulang tentang western dan mengubah batas-batas pemahaman genre masyarakat. Kebanyakan penonton akrab dengan konsep yang ditetapkan dari Barat. Karakteristiknya tidak dimanipulasi oleh para kritikus; secara kolektif mereka adalah apa yang penonton percaya sebagai mereka. Selain itu, budaya yang berbeda mungkin berprasangka berbeda pula. Di Asia Timur terdapat genre Wuxia kuno, pada budaya Eropa memiliki tradisi film petualangan; komponen kuncinya, keduanya ada permainan pedang dan juga kehormatan. Singkatnya kita bisa mengambil dari diskusi Tudor bahwa gagasan genre tidak efektif dan tidak dapat diandalkan, juga variabel bebasnya terlalu banyak dan mengambang. |
Di sini diuraikan dua hal untuk membantu memahami Teori Genre, yaitu ‘Elemen Formal’ dan ‘Narasi’:
Elemen Formal
Ikonografi (kostum, setting, pengadegan dan bintang)
Jenis analisis yang terbuka untuk siapa saja. Hal ini dapat mewakili langkah awal kita ke dunia genre, sebelum mengetahui apa arti genre sebenarnya. Jadi apa yang dimaksud dengan ‘ikonografi’? Ikonografi adalah makna simbolis yang terdapat pada gambar. Misalnya ikonografi Barat identik dengan topi koboi (kostum), abad kesembilan belas (setting), salon dan dataran padang (staging) dan John Wayne (bintang). Jenis identifikasi ini berlaku untuk semua genre.
Tone (lighting, musik dan sinematografi)
Tone membutuhkan tingkat analisis dan kemampuan lebih besar untuk membaca lapisan produksi film. Pencahayaan pada frame dapat menjadi indikator genre, misalnya, chiaroscuro pencahayaan yang identik dengan Ekspresionisme Jerman dan Film Noir. Demikian pula, alat musik dapat terkait dengan genre tertentu: banjo, harmonika dan harpa sering digunakan dalam film Barat. Film Horror sering mencakup shot dengan point-of-view untuk menjaga penonton. Banyak teori menggunakan terminologi yang berbeda untuk membahas unsur-unsur formal. Altman menyebutnya dengan ‘semantik’. Elemen-elemen formal merupakan bagian integral narasi karena mereka bersifat mendikte dan membatasi. Misalnya, tidak akan pernah melihat UFO di Wild West atau tap dancing di film-film thriller.
Cerita/Naratif
Cara lain untuk mengidentifikasi genre adalah dengan mempertimbangkan narasi. Genre biasanya mematuhi rumusan bercerita. Namun ketika melihat genre, narasi dapat dilihat sebagai cetak biru yang sering diulang di sejumlah film. Misalnya, Musik tradisional biasanya bisa digunakan untuk gadis yang jatuh cinta dengan anak tetangga. Sedangkan di film horor kontemporer hanya pahlawan yang masih perawan yang akan bertahan. Sejumlah teori menuliskan tentang struktur naratif dalam genre. Jim Kitses mungkin yang paling terkenal. Kitses mengguanakan pendekatan narasi dari Barat dengan berfokus pada oposisi dari: keliaran atau peradaban, individu atau masyarakat, kebiadaban atau kemanusiaan dan banyak lagi. Tema ini diidentifikasi oleh Kitses dengan apa yang disebut ‘sintaks’.
Rick Altman ‘Pendekatan Semantik/Sintak pada Genre (1984) Altman memulai eksplorasinya dengan analisis genre yang dipraktekkan oleh para kritikus. Dia menunjukkan bahwa kritik film kekurangan terminologi dan sering bertentangan satu sama lain. Secara khusus teridentifikasi tiga kontradiksi: Analisis Genre adalah inklusif dan eksklusif. Inklusif adalah bahwa hal itu mudah dengan membuat daftar film-film yang masuk dalam genre tertentu (Musical, Western, Gangster). Namun ada teks tertentu yang dianggap eksklusif (pengecualian); film dikanonisasi dan dibahas sebagai teks klasik.Teori Genre terlalu sibuk dengan semiotika (tanda-tanda, ikonografi dan makna) daripada mengingat sejarah munculnya genre film. Teori yang mengabaikan fakta bahwa definisi pertama kali diperkenalkan oleh industri. Dalam hal mengabaikan konteks sejarah tidak ada perhitungan untuk bagaimana mengembangkan, bermutasi dan naik dan turunnya popularitas, dan penonton dilupakan. Genre menyamar sebagai kebenaran. Penonton tidak sadar dimanipulasi oleh konvensi generik; pada keinginan untuk mendapatkan hiburan (ritual) namun pada saat yang sama mengirimkan pesan kesesuaian massa (ideologi). Altman mengemukakan dua pendekatan untuk meng-analisis genre film: semantik dan sintaksis. Semantik mengacu pada kata-kata dan makna, sedangkan sintaks mengacu pada tata bahasa dan bagaimana kalimat dibangun. Ketika diterapkan untuk film, semantik dianggap sebagai konstruksi genre-nya: kostum, akting, sinematografi, setting, ikonografi, dll (material). Sintaks adalah struktur di atasnya, makna yang lebih dalam (konstruksi). Ketika menganalisis genre Altman percaya bahwa jika kita memperhitungkan kedua aspek ini, akan mendapatkan pemahaman yang lebih besar. Altman mengadopsi semantik/pendekatan sintaksis dalam menjelaskan tiga kontradiksi tersebut: Beberapa film mungkin memiliki komponen semantik telah menghilangkan struktur sintaksis atau sebaliknya. Hal ini memungkinkan penonton untuk mempersempit bahasan daripada berurusan dengan sifat inklusivitas yang lebih luas dari eksklusivitas. Hubungan historis dan teoritis antara perubahan semantik dan sintaksis dari waktu ke waktu. Pergeseran hubungan antara industri dan penonton (ritual) yang berada di bawah renegosiasi yang konstan. Ide perubahan sesuai massa tergantung pada iklim politik, ekonomi dan sosial (ideologi) Genre yang telah terbukti paling tahan lama (wstern dan musikal) telah menetapkan sintaks yang koheren ‘sedangkan lainnya cepat hilang bergantung pada’ elemen-elemen semantiknya, tidak pernah mengem-bangkan sintaks yang stabil. Pada tahun 1999, Altman menambahkan komponen lain untuk semantik /pendekatan sintaksis-nya. Dia menyebut tingkat tambahan dari analisis ‘pragmatik’. Pragmatik mengacu pada konteks antara informasi pada layar dan bagaimana hal itu ditafsirkan. Berarti dalam film tidak tetap; itu tergantung pada bagaimana penonton membaca informasi. Altman mengidentifikasi dua bidang geografi dan kronologi untuk memahami ini lebih lanjut, tergantung pada misalnya: kebangsaan, ras, usia dan era, cara menginter-pretasikan informasi akan berbeda-beda. |
Contoh bagaimana semantik dan sintaksis dapat diterapkan untuk genre tertentu. Menerapkannya untuk film Gangster, sudah jelas bahwa karakteristik tertentu bertahan sebagai genre yang berkembang pada budaya yang berbeda.
Gangster Amerika | |
Semantik | Era prohibisi, speakeasies, bootlegging, musik jazz, senjata, derap sepatu, penindasan oleh polisi, kekerasan, dan individualisme. |
Sintaks | Alkohol dan kriminalitas akan menyebabkan kejatuhan masyarakat Amerika. Eksplorasi kelas bawah. |
Contoh Film | The Public Enemy (William A. Wellman, 1931), Little Caesar (Mervyn LeRoy, 1931) dan Scarface (Howard Hawks, 1932). |
Gangster Amerika Italia | |
Semantik | Kehidupan imigran, Little Italy, xenophobia, keluarga, opera, senjata, obat-obatan, mafia/massa, kekerasan, polisi, pasta, korupsi, Katolik. |
Sintaks | Perayaan anti-hero. Pertanyaan materialisme kapitalis. Eksplorasi kelas bawah. |
Contoh Film | The Godfather Trilogi (Francis Ford Coppola, 1972-1990), Goodfellas (Martin Scorseset, 1990) Donnie Brasco (Mike Newell, 1997). |
Gangster Afrika Amerika | |
Semantik | Dalam kota, budaya geng, rap, obat-obatan, senjata, ‘bling-bling’, kekerasan, kelas, persaudaraan, kebut-kebutan, penembakan, rasisme, nihilisme. |
Sintaks | Mengekspos kegagalan hubungan ras di Amerika, pencabutan hak, eksplorasi kelas bawah. |
Contoh Film | New Jack City (Mario Van Peebles, 1991), Boyz ‘n Hood (John Singleton, 1991) dan Menace II Society (Albert dan Allen Hughes, 1993). |
Ahli lain mengacu pada ide yang sama namun menggunakan terminologi yang berbeda. Misalnya Edward Buscombe yang juga mengeksplorasi apa yang Altman sebut ‘semantik dan sintaksis’ dengan ‘makna dalam dan luar’.
Edward Buscombe Edward Buscombe memprovokasi debat mengenai genre dengan menanyakan: Apakah genre film benar-benar ada?Apa fungsinya?Bagaimana asal-muasal genre tertentu atau apa yang menimbulkannya? Pertanyaan-pertanyaan ini berhubungan dengan jantung genre dan interpretasinya. Meminjam istilah karya sastra Welleck dan Warren, Buscombe menggunakan ‘inner’ dan ‘outer’ untuk inti dari argumennya. Kita mendefinisikannya sebagai berikut: ‘[o] bentuk outer (ukuran tertentu atau struktur) bentuk bagian dalam (sikap, tone, tujuan – lebih kasar, subjek dan penonton)’. Buscombe meyakini kedua aspek ini bahwa: Ide dari kedua bentuk dalam dan luar itu penting, karena jika kita hanya mementingkan tampilan, dalam hal materi, maka konsep kita akan terlalu luas tak bernilai; dan jika hanya mementingkan akhir, maka akan berakhir, karena tanpa isi apapun. Namun, film sebagai media visual menempatkan penekanan pada ‘bentuk luar’, yang berisi setting, kostum, dan benda-benda fisik lainnya ini sebagai ‘elemen formal’. Keterhubungan keempat elemen ini berdampak pada kerangka narasi dan storytelling-nya. Dia menggunakan kasus film Barat untuk menggambarkan fakta bahwa kekerasan menjadi elemen inti. Dengan demikian, sangat sedikit film yang memperlakukan genre seperti ini tanpa kekerasan. Buscombe mengklaim bahwa genre ini memungkinkan sutradara yang baik akan unggul. Namun sekaligus memaksakan dan membatasi sutradara. |
Penonton
Penonton adalah kunci menjelajahi genre. Daripada memikirkan penonton secara luas, industri sering menargetkan kelompok kecil. Dapat didasarkan pada gender, jenis kelamin, ras, kebangsaan atau kelas tertentu. Genre film tertentu terkait dengan perempuan (musikal, chick flicks dan cerita cinta) dan laki-laki (fiksi ilmiah, gangster dan perang). Tudor mencatat bahwa ‘rumah seni’ film sering dilihat sebagai elitis dan terkait dengan intelektual berpendidikan. Dia menunjukkan bahwa istilah ‘seni film’ digunakan secara umum. Sulit untuk mengklasifikasikan film seperti menggabungkan istilah genre yang berbeda. Tapi secara keseluruhan film asing lebih sering menggunakan teks subtitle.
Genre tergantung pada harapan penonton. Contoh, ketika kita menonton Komedi-Romantis kita mengantisipasi hiburan ringan dengan faktor ‘perasaan baik’. Industri film menyadari dan bertujuan memberikan film yang sesuai dengan harapan kita. Dengan demikian, pemasaran film sangat penting karena bermain di pengetahuan kita tentang genre. Mengingat hal ini, perlu mempertimbangkan gambar pada poster film. Seringkali judul saja tidak segera membangkitkan genre yang dimaksudkan. Gambar juga membangkitkan ikonografi yang terkait dengan genre tertentu.
Pemasaran bergantung pada tingkat kompetensi budaya penonton. Kompetensi budaya merujuk pada pengetahuan yang diperoleh selama periode tertentu. Pengakuan ikonografi tergantung pada ekspos terhadap teks-teks umum. Namun, Perlu dicatat bahwa pembatasan genre juga ditentukan oleh faktor ekonomi. Studio menarik keuntungan dan mengikuti konvensi umum dan mengamankan investasi proyek-proyek film.
Kanon
Istilah kanon diambil dari canon (bahasa Inggris) pada studi sastra. Selama berabad-abad, kelompok intelektual telah berlaku sebagai otoritas pada teks-teks sastra untuk memutuskan mana yang cocok untuk studi akademis. Proses elitis ini dibuat hirarki berdasarkan pilihan mereka. Mereka termasuk orang-orang yang dianggap layak secara artistik daripada mereka yang populer di masyarakat.
Demikian pula di bidang Studi Film juga ada canon. Sekali lagi itu didasarkan pada tulisan-tulisan akademisi dan kritikus tanpa pengakuan masyarakat film. Ketika diterapkan untuk studi tentang genre, beberapa teks dianggap kanonik; bahwa semua film memiliki genre yang sama dibandingkan dengan contoh-contoh klasik tersebut. Namun, kanonik terus berubah dan berkembang untuk memasukkan film-film yang memperlihatkan dan menantang konsep tradisional dari genre. Tapi kualitas tetap menjadi faktor utama dalam elitis dan proses hirarkis.
Steve Neale menulis secara ekstensif bawah ditemukan diskusi tentang ‘verisimilitude’ dan cara pandang berbeda oleh masyarakat dan kritikus/akademisi.
Steve Neale ‘Pertanyaan dari Genre’ (1990) Bagi Neale dua hal penting bagi pemahaman genre; verisimilitude dan ‘pertanyaan tentang fungsi sosial/budaya dari genre’. Di sini, Neale menggunakan verisimilitude berarti ‘kemungkinan’ dari pemahaman tradisional yang terhubung dengan kebenaran. Ia menggambarkan definisi ini dengan contoh bahwa film Musikal dapat diterima secara spontan pada lagu, sedangkan dalam Film Noir, nyanyian akan menjauhkannya karena pengetahuan penonton tentang konvensi generik. Neale menyoroti bagaimana beberapa verisimilitude genre film sangat penting (gangster, perang, drama) sedangkan jenis lain dari film umum mengesampingkan apapun untuk ini (Sci-fi, Horror dan Komedi). Namun, ia juga menunjukkan bahwa melanggar tradisi generik seperti itu dapat juga menghasilkan hal tak terduga pada penonton. Neale mengidentifikasi bahwa ada perbedaan dalam genre dirasakan oleh industri film, yang fokus utamanya adalah menarik penonton, dan cara teori dan kritik berbicara tentang genre. Yang terakhir adalah instrumental dalam mengenali genre baru, misalnya, Film Noir adalah istilah pertama kali diperkenalkan oleh kelompok Cahiers. Bukan hanya pengelompokan film-film ke dalam genre kriminal sudah ada, mereka percaya bahwa unsur-unsur formal lah yang mengharuskan klasifikasi baru. Selain itu, Neale menyoroti fakta bahwa genre film meminjam bentuk-bentuk lain dari media dan hiburan. Di sini ia mengutip bagaimana melodrama berasal dari panggung, komedy berasal dari vaudeville, sirkus dan musikal dikembangkan dari pertunjukan. Neale menyatakan bahwa diperlukan lebih banyak penelitian ‘lintas media’. Ia menyimpulkan masa depan studi genre film harus mempertimbangkan hal berikut: prasejarah (pengembangan dari bentuk media lainnya).semua film terlepas dari kualitas (bukan hanya teks-teks kanonik).faktor selain konten (iklan, kebijakan perusahaan, bintang, dll). |
Genre revisionisme
Revisionisme mulai tahun 50-an tapi benar-benar ada di tahun 60-an dan 70-an. Amerika mengalami pergolakan sosial baik di dalam dan di luar negeri karena perjuangan untuk kesetaraan ras dan Perang Vietnam. Sensitivitas ini disebabkan sutradara menghindari berurusan secara langsung dengan mereka. Ideologi dominan (unsur formal dan naratif) dalam genre tradisional tidak lagi dianggap berlaku. Jadi agar relevan, genre dikembangkan dengan cara yang berhubungan dengan penonton kontemporer. Hasil dari perkembangan ini, ketika genre kembali muncul, banyak fitur yang telah berevolusi, bermutasi, atau, dalam beberapa kasus, telah dihilangkan.
Sutradara generasi baru dengan sadar memainkan karakteristik yang asli agar mengantisipasi kekhawatiran kontemporer. Shrek, (Andrew Adamson dan Vicky Jenson, 2001) animasi anak-anak dengan subteks mengolok-olok format animasi tradisional Disney. Tabel di bawah ini menggambarkan bagaimana terjadinya revisi selama abad terakhir.
1900-an sampai 1930-an |
- The Great Train Robbery (Edwin S. Porter, 1903) diidentifikasi sebagai film western pertama. Sebelumnya, western telah ada dalam literatur, fiksi picisan, lagu populer dan kisah pengembaraan Wild West Shows.
- Sutradara John Ford dengan aktor John Wayne melalui film pertama mereka, Stagecoach.
1940-an |
- Tahun 40-an didominasi oleh John Ford, yang menciptakan film klasik seperti My Darling Clementine (1946), Fort Apache (1948) dan She Wore A Yellow Ribbon (1949).
- Duel in the Sun (King Vidor, 1946) adalah film barat yang tidak seperti biasanya, karena difokuskan pada semanagat hubungan antar-ras antara dua protagonis utama. Hal ini terlihat pada film Lust In the Dust.
1950-an |
- Rio Grande (John Ford, 1950) dan Shane (George Stevens, 1953) melanjutkan tradisi klasik Barat.
- Era 50-an memandang kemunculan film Musical Barat yang hibrida. Contoh yang paling terkenal, yang semuanya dibuat di era ini, antara lain: Annie Get Your Gun (George Sidney, 1950), Calamity Jane (David Butler, 1953) dan Oklahoma (Fred Zinnemann, 1954).
- Ide tradisional Barat untuk pertama kalinya ditantang pada saat ini dengan apa yang dikenal sebagai ‘revisionis Western‘. Broken Arrow (Delmer Daves, 1950) dan The Searchers keduanya berusaha untuk mengatasi bagaimana genre rasis digambarkan dari penduduk asli Amerika, sedangkan High Noon (Fred Zinnemann, 1952) dan Johnny Guitar (Nicholas Ray, 1954) dapat dibaca sebagai alegori untuk McCarthy sebagai perburuan tersangka komunis. Teks-teks revisionis tampak untuk memasukkan isu-isu politik dan isu sosial kontemporer.
1960-an |
- 1960. John Sturges meminjam teks kanonik dari sutradara Jepang Akira Kurosawa Seven Samurai (1954), dengan The Magnificent Seven yang masih dianggap sebagai teks kanonik.
- Sergio Leone, bekerjasama dengan Ennio Morricone dan Clint Eastwood, menyuntikkan western dengan rasa Italia. A Fistful of Dolar (1964), For a Few Dollars More (1965) dan The Good, Bad and Ugly (1966) memprakarsai munculnya istilah ‘Spaghetti Western‘, yang modern dan mendefinisi ulang konvensi generiknya. Once Upon a Time in the West (1968) mengeksplorasi kematian genre; perbatasan telah berpenduduk dan koboi-koboi tua yang lelah telah kehilangan tempatnya di dunia modern.
- 1969 terlihat titik balik dari Sam Peckinpah dengan The Wild Bunch. Film ini menggunakan kekerasan ekstrim untuk mengkritik kerusuhan sosial yang melanda Amerika, perang di Vietnam dan perjuangan hak-hak sipil.
1970-an |
- Banyak film Western di tahun 70-an terus mengatasi kekhawatiran orang-orang Amerika, dengan film seperti Blue Soldier (Ralph Nelson, 1970) dan Little Big Man (Arthur Penn, 1970) yang menggunakan penduduk asli Amerika sebagai metafora dan hubungan ras dengan Vietnam.
- Menariknya, baik film Buck and Preacher (1972), yang disutradarai oleh aktor Amerika-Afrika terkenal Sidney Poitier, dan Blazing Saddles (Mel Brooks, 1974) memperkenalkan koboi berkulit hitam sebagai pahlawannya.
- Clint Eastwood menyutradarai film pertamanya High Plains Drifter (1973).
1980-an |
- 1980-an tampak pembalikan besar dalam popularitas genre. Hal ini ditunjukkan oleh kegagalan film kolosal Heaven’s Gate (Michael Cimino, 1980). Produksi ini jadi bencana yang hampir membangkrutkan Universal Studios dan mengakibatkan sebagian besar industri menghindari genre ini selama satu dekade.
1990-an |
- Blockbuster menjadi penting dalam menghidupkan kembali film Barat. Back to the Future III (Robert Zemeckis, 1990) dan Wild Wild West (Barry Sonnenfeld, 1999) memperlihatkan bintang besar-nama seperti Michael J. Fox dan Will Smith untuk menarik penonton baru.
- Film-film yang berada di garis depan dalam menarik perhatian masyarakat, akademisi dan kritikus adalah film western yang cerdas, Dance With The Wolves (Kevin Costner, 1990), Unforgiven (Clint Eastwood, 1992) dan Ride with the Devil (Ang Lee, 1999 ).
- Jim Jarmusch menyutradarai film dengan mengambil genre yang sama sekali baru, dengan film eksperimental Dead Man (1995).
2000-an |
- Dengan cerdas, pendekatan rumah produksi ke western menapaki milenium berikutnya, dengan film-film pemenang Oscar Brokeback Mountain (Ang Lee, 2005), yang pertama memperkenalkan alur cerita koboi-homo dan Coen bersaudara dengan film No Country for Old Men (2007).
- Joss Whedon mengembangkan serial televisi Firefly ke film Serenity (2005), dengan menarik sebagian besar kultus hibriditasnya, yang memperluas kemungkinan untuk masa depan film Barat.
Akademisi sering membagi film western menjadi dua periode terpisah: Fordian dan post-Fordian (Staiger 2003, hal.186). Post-Fordian dianggap mewakili genre dalam bentuk yang paling murni, sedangkan yang lainnya adalah indikasi dari teks revisionis.
Hibriditas
Kemurnian ide dalam genre memang problematik. Misalnya, sebagian besar film, tidak peduli apa genrenya, biasanya mencakup alur cerita yang romantis. Bagaimanapun, ini seperti menyebabkan kategorisasi film sebagai kisah percintaan. Hibriditas mengacu pada penggabungan dua atau lebih objek untuk membentuk entitas baru; dalam hal ini genre film dan sub-genre. Hal di atas mengungkapkan sejumlah contoh di mana hal ini terjadi. Pada 1950-an western dimasukkan ke musik, yang berarti bahwa itu tidak bisa lagi dianggap sebagai milik salah satu genre tunggal. Tradisional-Musikal pinjaman dari genre lain terus. Misalnya, Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street (Tim Burton, 2007) adalah film peperangan-musical dan film musikal dari Andrew Lloyd Webber, Evita (Alan Parker, 1996) menggabungkan politik, biografi dan musik.
Robert Stam memperkeruh masalah revisionisme dan hibriditas dengan memperkenalkan istilah ‘submerged’. Ia mengadopsi istilah ini untuk merujuk kepada contoh ketika genre mungkin tampak cocok pada satu kategori karena pola dasar ikonografi, tetapi memiliki tema yang mendasari keterkaitan dengan genre yang berbeda. Film Easy Rider (Dennis Hopper, 1969) dapat dibaca sebagai pola dasar road movie, namun di bawah permukaan banyak sifat-sifat ideologisnya dengan film western – meskipun sengaja bermain dan dengan menumbangkan mereka. Sebuah contoh adalah pada adegan Wyatt (Peter Fonda) mengganti ban sepeda; ini disandingkan (di-jukstaposisi-kan) dengan seekor kuda.
Kesimpulan
Singkatnya, Teori Genre menciptakan perdebatan-perdebatan karena terus melibatkan dan memecah pandangan akademisi, kritikus dan penonton film. Model teoritisnya telah dikembangkan tetapi tidak harus dianggap sebagai preskriptif. Salah satu kritik utama Teori Genre adalah bahwa kritik dan teori muncul untuk mengulang konsep utama menggunakan terminologi yang berbeda, untuk mengatakan hal yang serupa. Hal ini bisa sangat membingungkan dan membuat frustrasi ketika mencoba untuk mengevaluasi perkembangannya. Kebingungan lainnya mungkin timbul dari cara bagaimana teori genre mengkritik pendekatan masing-masing tanpa harus meningkatkan perdebatan. Terlepas dari perdebatan yang saling bertentangan, penonton menikmati genre film-film. Genre memberikan kedekatan dan pengulangan. Secara ekonomis imbalannya bahwa penonton membayar pada industri film. Pendekatan genre terus diformulasikan untuk mendominasi produksi film hingga mengalami puncak dan penurunan dalam hal popularitas (Sumber: Etherington, Doughty, 2011).